Wednesday, February 15, 2006

Menelusuri Peradaban Tiongkok Lewat Sun-Tzu

Judul buku : SUN-TZU THE ART OF WARFARE
Penerjemaah bahasa Inggris : Roger Ames
Penerjemaah bahasa Indonesia: Arvin Saputra DRs.
Penerbit : Lucky Publisher, 2002



Dia yang mengenal musuh maupun dirinya sendiri takkan pernah beresiko dalam seratus pertempuran; Dia yang tidak mengenal musuh tetapi mengenal dirinya sendiri akan sesekali menang dan sesekali kalah; Dia yang tidak mengenal musuh ataupun dirinya sendiri akan beresiko dalam setiap pertempuran. (Sun-Tzu)


Perjalanan peradaban bangsa Cina telah menghabiskan waktu berabad-abad lamanya. Cina bersatu dalam sebuah kekaisaran melewati sebuah masa yang disebut Warring States atau Negara-Negara Bagian yang Berperang (tahun 403-221 SM), atau kalau kita tarik lebih jauh lagi dimulai pada masa Spring and Autumn atau Musim Semi dan musim gugur yang mendahuluinya (tahun 722 – 481 SM), yaitu ketika negara-negara bagian yang kecil-kecil dan semi otonom, telah ikut berperang terus menerus, sehingga tinggal selusinan “negara-negara bagian pusat” (chung-kuo). Pada tahun 221 SM, negara bagian Ch’in muncul sebagai pemenang perang terakhir yang kemudian membentuk kekaisaran yang bersatu.

Pada masa ini para ahli filsafat aliran Confucian, Mohist dan Legalist disertai ahli-ahli militer baru yang berpendidikan dalam bidang taktik serta strategi konkrit dalam berperang secara efektif, berkeliling ke negara-negara bagian pusat guna memberikan nasihat serta jasa kepada keluarga-keluarga pemerintahan yang berseteru. Ahli militer yang paling dikenal dari masa ini adalah Sun Wu dari negara bagian Wu, yang dihormati sebagai Sun-Tzu atau Guru Sun. Seorang penganut ajaran Confucius yang bekerja pada Raja Ho-lu dari Wu (tahun 514-496 SM). Alasan utama keterkenalannya adalah buku militernya, Sun-Tzu ping-fa (Sun-Tzu: Seni Perang), yang muncul sebagai karya klasik militer terpanjang dan paling banyak dipelajari manusia.

Selama berabad-abad banyak sekali komentar yang diberikan atas naskah ini. Saat ini, karya Sun-Tzu ini telah diterjemaahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, bahkan telah diterapkan ke dalam berbagai bidang seperti manajemen, bisnis, sebab sebagai sebuah karya literatur klasik ia tidak hanya dipelajari dari segi sejarahnya, tetapi juga relevansinya dengan berbagai bidang kehidupan.

Namun, Roger Ames, penyusun buku ini berkeyakinan bahwa naskah ini merupakan proses dan bukan suatu kejadian tunggal, dan mereka yang terlibat dalam penulisannya mungkin saja beberapa orang dari berbagai generasi. Ini didasari pada temuan di Yin-ch’ueh-shan yang memuat Tiga Belas Bab Inti. Fakta bahwa Sun Wu secara terhormat disebut sebagai Sun-Tzu dalam temuan ini merupakan bukti bahwa naskahnya bukanlah ditulis oleh Sun Wu sendiri.

Logika ini bisa jadi masuk akal mengingat sebutan guru bagi seseorang hampir tidak mungkin digunakannya dalam penyebutan namanya secara teks ataupun wacana. Seperti misalnya Soekarno tidak pernah menambahkan embel-embel presiden ketika menyebutkan namanya saat berbicara dengan orang lain atau dalam buku karangannya. Temuan-temuan arkeologis ini lebih merujuk kepada catatan-catatan diskusi , yang disalin, ditata, dan diedit oleh murid-muridnya atau beberapa generasi pelajar, seperti halnya kompilasi Analects of Confucius.

Menurut Roger Ames, buku ini diterjemaahkan dari berbagai temuan arkeologis di beberapa tempat di Cina dari waktu yang berbeda. Yang pertama, Naskah 13 Bab Inti dari Sun-Tzu Chiao-shih yang diedit oleh Wu Chiu-Lung dan kawan-kawan yang diterbitkan pada tahun 1990. Kedua, dari Lima Bab Tambahan yang ditemukan dari makam-makam Han di gunung Silver Mountain volume 1, yang disusun oleh Komite Rekonstruksi Tulisan-tulisan Han di Yin-ch’ueh-shan, serta diterbitkan oleh Wen-wu Publishing House tahun 1985. kemudian bahan-bahan ensiklopedia yang diterjemaahkan dari lampiran-lampiran Sun-tzu hui-chien karya Yang Ping-an (1986) dan Sun-tzu tao-tu karya Huang K’uei (1989) yang didasarkan pada koleksi dinasti Ch’ing dari Pi I-hsun, Sun-tzu hsu-lu (Surat penghargaan Dari Sun Tzu).

Koleksi dinasti Ch’ing ini telah disusun dari tulisan-tulisan bambu dari dinasti Western Han yang ditemukan pada tahun 1978 dalam makam ke-115 dari kompleks keluarga Sun di kabupaten Ta-t’ung, provinsi Ch’ing-hai. Selanjutnya, Wang Jen-chun, Sun-tzu i-wen (naskah yang tidak diterbitkan , yang dilestarikan dalam catatan sejarah di perpustakaan Shanghai).

Berbeda dengan kebanyakan buku yang bersumber dari karya guru Sun yang beredar di Indonesia, selain merupakan terjemaahan atas temuan-temuan arkeologis tulisan-tulisan bambu yang berasal dari berbagai zaman yang berbicara tentang guru Sun, di dalam pendahuluan buku ini, Profesor Roger Ames yang merupakan salah seorang penerjemaah filsafat Cina terkemuka di Amerika Serikat, memberikan penjelasan tentang latar belakang filosofis buku Sun-Tzu, karena ia menyadari bahwa karya ini merupakan buku filosofi berperang.

Untuk memperkuat nilai sejarah isi buku ini, penulis buku The Art of Rulership: Studies in Ancient Chinese Political Thought (1983) ini melampirkan salinan tulisan Cina-nya, deskripsi lokasi penemuan dan kondisi barang-barang hasil temuan serta gambar perlengkapan perang Cina kuno lengkap dengan penjelasannya. Keunggulan lain buku ini dibanding terjemaahan atas karya Sun Wu lainnya adalah komprehensifitas. Sebab ia memuat bab-bab tambahan dari temuan arkeologis di Yin-ch’ueh-shan maupun dari kisah-kisah dari berbagai sumber yang menyebutkan nama Sun Wu.

No comments: